|
BBM Naik Turun Merugikan |
BGC - Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menyatakan turunnya harga bahan bakar minyak jenis Premium dan solar, menimbulkan kerugian hingga Rp 60 miliar. Kerugian ini didorong oleh rendahnya tren penjualan BBM pada akhir pekan. "Penjualan BBM biasanya menurun sekitar 50 persen," ujar Ketua Hiswana Migas Ery Purnomohadi saat dihubungi, Ahad, 18 Januari 2015.
Pada Jumat, 16 Januari 2015, pemerintah mengumumkan penurunan harga Premium dari Rp 7.600 menjadi Rp 6.600 per liter, dan harga solar dari Rp 7.250 menjadi Rp 6.400 per liter di Istana Negara. Ini berlaku mulai Senin, 19 Januari 2015. (Baca:
Harga BBM Turun, kapal Gresik Tak Beroperasi.)
Sebenarnya, kata Ery, pengusaha BBM terbantu karena adanya kebijakan pemerintah yang menetapkan harga beli BBM dengan harga lama. Kebijakan ini dianggap Ery sebagai kompensasi. Namun, penjualan Premium di akhir pekan rata-rata hanya menyentuh 40.000 kiloliter untuk Premium dan 20.000 kiloliter untuk solar. Sedangkan di hari lain, rata-rata penjualan Premium dan solar masing-masing mencapai 80.000 kiloliter dan 40.000 kiloliter.
Sementara itu pengusaha tetap harus menjaga pasokan BBM bersubsidi seperti hari biasa. Lantaran ada pasokan yang tidak terjual ini, pengusaha merugi sekitar 60.000 kiloliter. Dengan asumsi potensi kerugian sekitar Rp 1.000 per liter, angka kerugian diperkirakan mencapai Rp 60 miliar.
Sedangkan untuk penjualan tabung gas elpiji 12 kilogram, dengan penurunan harga Rp 5.700, pengusaha merugi sekitar Rp 500 per kilogram. Kondisi ini idealnya menguntungkan pemerintah karena dapat segera
mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pembangunan
infrastruktur. Namun setelah pemerintah menurunkan harga BBM pada
tanggal 1 Januari 2015, kembali ketika pemerintah akan menurunkan harga
BBM pada tanggal 19 Januari 2015, muncul pertanyaan saya: apakah
penurunan kembali harga BBM akan menurunkan harga komoditas,
transportasi dan menguntungkan rakyat? Apakah dengan turunnya harga BBM,
sumber energi baru dan terbarukan dapat tumbuh secara ekonomis untuk
memenuhi kebutuhan energi nasional?
Sumber: Tempo
Editor: Tim Redaksi
Post a Comment
Post a Comment